Lorong malam itu sepi. Hanya derai hujan yang meramaikan. Suara-suara imam berlomba dalam pekik hujan. Malam Jumat yang sepi dari bintang. Memang di akhir--akhir ramadan seperti ini, sepertinya pasar dan mall jadi tempat favorit daripada mesjid; sebagai tempat menjemput lailatul qadar; malam istimewa daripada 1000 malam.
Sejak mengawali jaulah dari mesjid ke mesjid, yang dilatarbelakangi oleh rasa penasaran saya berapa sih jumlah mesjid di kota tertua ini? Titik awal dimulai dari mesjid Sayyidina Ali dan finish di mesjid Al Kahfi; sekitar 200 mdpl, kemudian menyusuri gang demi gang panjang, sempit; menaklukan 24 mesjid di bumi Sukarno ini. Agak berkesan ae, ada beberapa mesjid yang tidak terdaftar di google maps. Lebih seramm, bukan pintu mesjid yang kumasuki, melainkan kuburan umum, dalam gelap malam, ah pikirku," hai," kan selama ramadan setan-setan dipenjara ae." 😊
Btw, ramadan kali ini seakan mengajak kita untuk berkontemplasi, merenungi hari--hari sebelum ramadan tiba. Ternyata bila kita hitung--hitung, banyak sekali nikmat Allah yang kita lupakan, bahkan kita lalaikan. Ia seperti lampu--lampu yang kulihat dari puncak Al Kahfi ini. Indah dan menawan tetapi menyembunyikan kemisteriusan. Itulah sifat manusia, selalu takjub dengan kegelapan malam, lupa dengan janji matahari kepada bumi.
Ramadan hanya 30 hari. Ia akan pergi beberapa hari lagi. Seakan ia juga akan mudik; pulang kampung. Ia akan mengemasi semua kenangan bersama umat. Namun, apakah kita ada dalam kenangannya itu? Beberapa hari lagi ia akan pergi. Dalam sekejap, kedipan mata. Kita tak lagi mendengar tadarus yang merdu. Riuh tawa anak-anak yang khas. Takjil war yang ikonik, karena baru viral dalam ramadan 2024 ini.
Oh ramadan. Engkau hanya sekejap saja. Itulah yang membuat engkau selalu dinanti seperti kita menantikan bau wanginya surga. Amin
Masohi, 5 April 2024
Komentar
Posting Komentar