soal 2

Ramadhan Di Tengah Pandemi


indonesiabaik.id
Setiap masa ada manusia, dan penyakit. Tanpa pandang siapa korban. Si penyakit itu datang menggerogoti. Siapa sangka flu Spanyol (1918) bisa menewaskan 50 juta orang. Angka kematian fantastis tersebut kemudian disetarakan dengan kondisi wabah kekinian--corona--.
Kenapa demikian? Sebab corona telah membangun stigmatisasi sosial yang menakutkan. Korbannya bertambah setiap harinya. Sejarah telah mencatat bahwa wabah semacam ini, tidak hanya menelan nyawa. Penyebabnya tak terduga, sangat menyita energi kita. Tiba-tiba saja, orang dekat kita sudah terkapar oleh infeksinya. 
Kita tidak tau, diam-diam virus ini selalu membuat gempar warga, seperti judul yang dirilis cnnindonesia.com, yaitu Pasien Corona Dimakamkan Diam-diam, Warga Ambon Protes. Fenomena ini jangan dianggap sepele. Orang bisa baku pele, bila tidak diantisipasi dengan koordinasir intensif.

Ujian Berpuasa
Ramadhan yang lazimnya disambut dengan sukacita, kini suasananya tak seperti Ramadhan sebelumnya. Kita tidak lagi menyaksikan kerumunan pembeli di lapak-lapak takjil, yang berjejer di simpang jalan, kita menyaksikan mesjid-mesjid kosong tanpa jamaah di daerah berzona merah, kita tak lagi mendengarkan gemaan beduk silih berganti di surau-surau pasca tarawih, dan berbagai aktivitas biasanya. 
Setahu saya, baru Ramadhan 1441 H, digemparkan dengan virus sejenis ini. Entah apa motif penyebarannya, semua orang dibuat kikuk. Khususnya umat Islam diuji semakin berat. Selain menahan hawa nafsu sesuai syariatnya, juga menjaga jarak sosial secara jasadiyah.  
Dalam ujian keimanan, umat Islam diuji dengan menahan diri dari segala sesuatu seperti makan, minum, perbuatan buruk, maupun dari yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar, hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat karena Allah SWT.
Tidak sampai disitu, kebiasaan mudik untuk berjumpa dengan sanak keluarga di kampung halaman jelang lebaran nanti, dilarang oleh pemerintah. Tujuan larangan itu dilakukan demi memutus rantai penyebaran covid19. Akhirnya, kerinduan hanya dapat disampaikan via WhatsApp vc. Saya terus mengulang-ulang lirik lagu yang sedang viral “Sepanjang wabah corona, kita jangan bergandeng tangan. Sepanjang wabah corona, kita video call aja, untuk mengobati rindu yang tak menentu jumpa. 
Situasi lebih mencekam ialah ketika media sosial tak lagi menjadi sarana edukatif, maupun siraman-siraman spiritulitas. Melainkan yang terjadi adalah saling menyalahkan satu sama lain. Bila Ramadhan tiba, selalu yang hadir dilintasan pikiran adalah kenyamanan, kedamaian. Tetapi, sebaliknya dunia maya dipenuhi hoax, ujaran kebencian, caci-mencaci, mengumpat, dsj. Inilah ujian umat Islam terberat, yang harus ditaklukan di bulan suci ini.
Hari-hari ini seharusnya membuat kita lebih bahagia. Mengapa harus bahagia? Silih berganti setiap fenomena ada maksud dariNya. Kita diajak untuk berpikir, bagaimana menggali emas dalam Ramadhan kali ini. Emas ini sangat berkilau, dan mahal harganya. Tidak sembarang orang yang akan berhasil menggalinya, serta mendapatkannya.
Sebagaimana penjelasan dari Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah dalam tafsirnya, dikutip dari muslim.or.id, tentang keterkaitan antara puasa dengan ketaqwaan: “Puasa itu salah satu sebab terbesar menuju ketaqwaan. Puasa itu secara umum dapat memperbanyak ketaatan kepada Allah, dan ini merupakan tabiat orang yang bertaqwa.
Olehnya itu, bila umat Islam bisa melewati masa-masa sulit ini dengan baik, niscaya derajat ketaqwaan akan semakin tinggi. Allah sedang menguji kita. Pribadi  mana yang benar-benar bertaqwa. Pribadi mana yang benar-benar mencintaiNya, pribadi mana yang sungguh-sungguh berislam dengan kaffah.
Kata ustad saya,” corona menguji seberapa jauh ketaatan kita kepada Allah. Jangan sampai iman kita hanya berlaku dilisan saja. Iman kita bertambah bila ada pujian, dan tampil di televisi, atau di atas panggung. Himbauan pemerintah untuk melaksanakan ibadah di rumah,  menjadi tantangan kita. Apakah kita bisa bersemangat seperti yang kita lakukan di mesjid? Peluang kecupan pahala ada di tangan kita. Tunggulah, corona ini akan pergi. Ia hanya datang sementara. Tetapi, pahala-pahala Ramadhan tidak boleh kita abaikan. Jangan sampai kita merugi di lintasan finisnya. 
Ada empat tipe karakter manusia dalam menghadapi kejadian ini. Pertama, sebelum corona ada, mereka sangat berleha-leha dengan kewajibannya atas perintah Allah. Kemudian, setelah corona ada, mereka berubah menjadi orang-orang yang taat.  Kedua, sebelum corona ada, orang tipe kedua ini memiliki semangat yang kuat dalam beribadah kepada Allah. Namun, setelah corona ada, mereka menjadi orang-orang yang takut mati, dan tidak percaya dengan segala ketetapanNya.
Ketiga, tipe ketiga ini adalah manusia dengan tipe standar. Biasa-biasa saja. Ada atau tidak corona, amalan ibadahnya stagnan, tidak bertambah atau tidak berkurang. Sangat berbeda dengan tipe karakter manusia keempat. Mereka yang memiliki tipe ini, semakin diuji, maka semakin pula melajukan ibadahnya. Ketibaan corona, membuat mereka lebih bersungguh-sungguh dalam meraih setiap keagunganNya. Stereotip corona yang sudah terlanjur di publik, bagi mereka merupakan salah satu cara agar lebih dekat dengan Allah.
Nah, tentu semua dikembalikan kepada kita. Kitalah yang memilih hal mana, yang mesti diikuti. Biar kita bisa termasuk dalam orang-orang yang bertaqwa, yang dimaksudkan dalam Qur’an Surat Al Baqarah ayat 183. Selamat berpuasa. Allah jaga kita semua dari sesakan coronavirus.


Komentar