Bagian 2...
Sementara di sebuah rumah,
percakapan seorang ayah dan anak sedang terjadi. Rumah berlantai tiga dan
sekelilingnya dipagari oleh pagar besi. Areal halamannya ditanam bunga-bunga
indah. Dijaga oleh satpam yang sholeh.
“Ayah,
ayah sudah menyampaikan maksud Izzah kepada Ustad Dayat?"
"Sudah, nak.”
"Lalu apa tanggapannya,
ayah? "sambil manja-manja kepada ayahnya
"Bunda, coba lihat anak
perempuanmu ini, semakin saja memaksa ayah."
"Kan, Izzah sudah dewasa,
yah. Sudah waktunya untuk itu. Lagian, kita tunggu apa lagi. Pastinya, calon
yang diajukan Izzah sudah dipikir matang-matang," kata bundanya menguatkan
"Bye the way, ayah sudah melihatnya secara langsung, kira-kira apa
tanggapan ayah terhadapnya?"tanya istrinya
"Baik, sholeh, tampan,
cerdas, yah pokoknya baguslah!"jawab ayah
"Tuh kan, untuk apa lagi
ditunda-tunda, langsung saja," balas istrinya dengan mata-mata
berbinar-binar
"Tapi...!"
"Tapi apa, yah? "
"Waktu itu ayah tidak
bilang nama Izzah. Bahwa Izzahlah yang mengajukan diri untuk dinikahkan. Ayah
hanya menyampaikan kepadanya untuk beristikharah dulu, dan kalau sudah yakin bisa
menghubungi ayah," jelas pria yang sangat disayangi anak-anaknya itu.
"Aduh, ayah. Kok gitu. Kan tinggal sebutin nama anak kita.
Beres kan?" rengek
istrinya lagi.
"Ayah paham. Tetapi, kita
harus beri jeda waktu untuk dia berpikir. Agar dia tidak terkejut dan merasa
ada yang janggal. Lagian, percayalah, jika Ustad Dayat adalah jodohmu, nak.
Biarpun gempa meluluhlantakan gunung, atau tsunami yang merombak-rombak batu
karang, Dayat akan datang mengetuk pintu rumah ini dengan niatnya yang tulus, untuk menjadikan ratuku ini
sebagai wanita sehidup selamanya," jelasnya penuh hikmah
"Ayah melakukan ini, untuk
menjaga kehormatanmu, nak".
Semua yang ada diruangan tamu
itu terdiam bisu. Suara TV menjadi mono. Percakapan malam ini setidaknya
membuka harapan bagi Izzah. Ayahnya sangat menyayangi anak-anaknya. Pasti
ayahnya telah melakukan hal yang terbaik. Dia pun sangat senang dengan betapa
bijaknya sang ayah. Selama ini, sang ayah tak pernah berbohong kepadanya, dan
selalu menjadi solusi bagi masalah yang dihadapinya.
Sambil mencium kening kedua
orang tuanya, Izzah kembali ke ruang belajarnya untuk melanjutkan bab terakhir
disertasinya. Semua bahan telah siap. Bismillah
tawakaltu alaih...
***
Nun jauh dari tanah tengah
timur Indonesia, sang bunda merindukan anaknya yang telah pergi menunaikan
studinya di negeri orang. Sebagai orang Lombok yang terkenal teguh prinsip,
ibunya merelakan anaknya untuk pergi, disaat sebulan ditinggal sang suami.
Kini, matahari penggganti tak ada disampingnya.
Sehari-harinya, ibu dan ketiga adiknya mencukupi hidupnya, dengan berjualan pakaian di
butik kecilnya. Segala isi dalam butik itu merupakan tanda mata sang anak.
Dayat selama menunaikan studinya, dia pun menyisipkan uang sakunya untuk
membiayai bisnis ibunya di kampung. Dia tak mau ibunya sedih dengan kepergian ayahnya. Dengan itu, ibunya bisa menghiburi kerinduan. Maklum
bisnis jahit menjahit tidak lagi digeluti. Sebab,
hanya sang ayah yang bisa. Ilmu sang ayah tidak dikuasai anak-anaknya.
Ini sudah bulan Maret, artinya
dua bulan lagi, Dayat akan pulang ke kampung halaman. Mei merupakan libur akhir
semester, jadi ada waktu untuk bertemu di bulan itu.
"Nak, kau jadi pulang ke
Indonesia?" tanya ibunya lewat handphone
"Afwan, mak. Ananda sesungguhnya sangat rindu mak dan adik-adik.
Tetapi liburan kali, ananda belum bisa
balik ke Indonesia, ananda masih harus menyelesaikan tugas dari dosen di
Amerika. Ananda dan beberapa teman masuk dalam finalis temu peneliti muda
sedunia. Jadi, ananda harus mempersiapkan diri. Ananda juga butuh doa dari
mama, " jelas Dayat.
"Okelah, tetapi jaga
kesehatanmu ya. Mama selalu mendoakan yang terbaik buat kamu. Semoga Allah
merahmatimu selalu."
"Amin".
"Yat, kemarin Si Salsa
datang ke rumah. Dia sudah sudah selesaikan sarjana informatika dan teknologi
di Turki. Dia datang bersama temannya. Dia sangat cantik dan lembut. Dia lagi
tanya kamu, kapan balik ke Indonesia. Dia juga titip salam buatmu. Katanya, dia
sangat kepengen ketemu denganmu," suara mamanya polos
"Jadi, maksud mama, sudah
waktunya, kamu tentukan pasangan hidupmu. Usia mama sudah hampir bau
tanah, mama ingin menimang cucuku
pertama. Mama kira, Salsa sangat pas buatmu," terang sang bunda dengan
suara parau
"Iya, mak. In sya
Allah."
***
Salsa adalah teman kecilnya
juga. Di SMA, Salsa memang tak seperti bintang sekolah si Izzah. Salsa agak tanam
gengsi. Punya kelompok geng. Walau tidak pernah buat onar, namun selalu berbeda
pandangan dengan Dayat, dkk.
Ketika itu, acara Pesantren
Kilat yang dilaksanakan oleh pengurus Rohis, Dayat dkk sudah setengah mati
untuk desain acaranya. Semua teknis kegiatan oleh panitia sudah hampir 100%
kelar.
“Tiba-tiba...!”
"Kamu jangan sok-sokan
alim di depan kami. Kamu apa sih, ajak-ajak kami. Emang siapa kamu. Ajak sana
teman-temanmu yang kayak kamu. Ini salah. Itu salah. Cara beragamu ketat banget
sih. Orang tuaku saja tidak seperti kamu. Nyuruh sholatlah, ngajilah. Nanti aja
deh. Kita mah masih muda. Nyantai aja bro," cetus Salsa dengan bangga
"Oke. Oke. Oke.
Terserahlah kamu. Intinya sebagai saudara muslim, aku sudah menunaikan
kawajibanku untuk mengingatkan. Jika suatu saat nanti di hadapan Allah, aku
tidak ragu-ragu dalam mempertanggung jawabkan amalku ini," papar Dayat
selayaknya ustad
Kejadian itu bagi sebagian
teman Dayat sangat memalukan. Banyak teman-teman sangat simpati dengan Dayat, ketika menerima omongan kosong
dari Salsa dan sahabat-sahabatnya. Dari kejadian itu, akhirnya hubungan
pertemanan antara Salsa dan Dayat renggang sampai hari kelulusan.
"Hari ini adalah hari yang
ditunggu-tunggu oleh kita semua. Sebelum kami membagikan hasil kelulusan. Kami
akan mengumumkan juara umum dalam ujian nasional kali ini. Perlu diketahui
bahwa ada salah satu siswa kita,
berhasil menjadi peraih nilai tertinggi ujian nasional tingkat nasional, di
seluruh mata pelajaran jenjang SMA. Kami sangat bangga dengannya," tutur sang
kepala sekolah
"Dia adalah Hidayat Anugrah
Wibawa.....!!!"
Seluruh mata tertuju padanya.
Ayahnya hanya bisa menepi sambil menghapus airmata harunya. Majulah dia dengan langkah kaki pelan. Hampir
kaku jasadnya menerima berkah ini. Ya Allah jangan menjadikan hamba yang
sombong atas ini. Hamba yakin ini adalah ujian yang diberikan olehMu padaku.
"Kupersembahkan hadiah
istimewa ini buat Islam dan orang tua, pahlawan tanpa tapiku," katanya
dengan haru dalam sambutan
***
Dunia sudah berbeda. Begitu
juga dengan manusianya. Salsa diam-diam jatuh cinta pada Dayat, namun rasa itu
tak mungkin dia sampaikan. Salsa menunggu waktu yang tepat guna mengungkapkan
isi hatinya. Gadis Bali bercampur Solo ini tentu ingin mempertahankan cinta
identitasnya dengan porsinya. Pergaulannya selama di Turki membuatnya menjadi
perempuan yang rasional dalam bersikap. Kepada hatinya pula, dia telah siap
diterima atau ditolak. Dia harus siapkan diri agar tidak terjatuh dalam lembah
iblis.
Cinta baginya adalah mufakat
hati. Seperti yang terfirmankan dalam Quran Surah An Nisa ayat 1: “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu
Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan
mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah
kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai
hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah SWT. adalah pengawas atas kamu”.
Usia-usia yang dialami oleh
Dayat, Izzah dan Salsa adalah usia yang penuh dengan ujian turbulensi cinta.
Banyak di usia
ini, jika tidak matang, akan tercipta prahara. Maka perlu pikiran jernih dan
nurani yang lurus agar tidak dibungkam cinta palsu.
Akibat salah penafsiran, maka
kesejatian setianya cinta akan ternodai oleh sikap yang diprakasai oleh hawa nafsu.
Padahal, esensi cinta itu ada keyakinan kepada Allah. Jika semua beban cintamu kau curhatkan
kepadaNya, niscaya hal itu terasa ringan dengan sendirinya.
***
Feri penyeberangan Johor ke
Batam sesak. Dayat mengambil tempat duduk di atas sambil memandang
gedung-gedung pencakar langit negeri Singapura. Kata temannya," Singapura
ini kota negara. Kecil tetapi merajai Asia Tenggara.”
"Beda sama negeriku di
ujung sana. Pertikaian politik menyapu optimisme yang telah dibangun oleh para
pendiri bangsa. Apalagi sekarang, nampak Indonesia seperti negeri kerajaan. Di mana-mana ada dinasti.
Upeti-upeti berganti nama mahar. Semurah-murahnya mahar adalah menjual suara di
setiap pemilu," kata hati Dayat
Belum lama kapal melaju, sebait
sms masuk dari seseorang, "Yat, DenganNya,
aku mencintaimu. Aku tau, kalimat ini tak mungkin kau sangka. Namun, jika kita
berjodoh, aku harap kau yang datang mengetuk pintu rumahku," tulis Izzah
dengan jelas.
Afwan,
bukan aku tidak berkehendak sama
sepertimu. Aku harus pulang dulu, dan minta restu sang bunda. Dengan merekalah, aku akan datang ke
rumahmu," balasnya sambil mewajahkan pandang ke arah gelombang.
***
selesai.
by. M. Nasir Pariusamahu
Komentar
Posting Komentar