Diposting oleh
Muh. Nasir Pariusamahu
pada tanggal
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dari Pintu Kota,
Lidah ombak membuat karpet merah ke puncak Murkelle,
Walau, nafas teresak-esak, tapi ini perintah hati, kapitan kemanusiaan bergemuruh ke Seram.
Tanah Alifuru bernyanyi dengan airmata,
Para Rusa sudah pintar mematahkan tombak-tombak bapa,
Kasbi, Patatas, Sagu telah berselingkuhan dengan hama.
Di kota, benalu-benalu oportunis
Duduk sambil menikmati hutan-hutan dikuliti dari layar tipi-tipi,
Akrobat mereka, asal lambung kenyang, duit masuk bank.
Katanya, negeri ini kaya hayati,
Terbahagia walaupun miskin,
Pertanyaannya, siapa yang bahagia? Siapa pula yang miskin?
Inikah data dari kuburan Binaya?
Atau dari liang lahat Lautan Banda?
Diam, diam, sekali berdiam,
Tragedi nol busung lapar,
Jadi tranding topik nusantara,
Murkelle dibiarkan mati dengan kutukan kelaparan, masuk akalkah?
Lalu, Mause Ane dibiarkan tatusu sendiri,
Darah kesendirian terpencar pada batu-batu goa dan tebing-tebing gunung,
Atau mau melupakan mereka basah kuyup di bawah pohon Api-api dan Pakis.
O Raja Udang telah terbang jauh sudah,
Kakak Tua pun hijrah membawa rumahnya,
Atap-atap Rumbia teroyak-oyak,
Hujan lokal tak bisa tumbuhi lagi kesejahteraan,
Sekian, seruwet cerita bisnisman tentang harta karun, melupakan orang-orang kampung.
Murkelle,
Mari baku kele,
Kele Ane,
Ale Mause,
Mau ose bantu?
Ambon, 27/07/2018
Komentar
Posting Komentar