Diposting oleh
Muh. Nasir Pariusamahu
pada tanggal
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Suatu hari di Kampung Dati, sebuah perumahan padat di ujung bawah gunung. Berdirilah mesjid tepat pada tepian gang. Masyarakat menyebut gang itu dengan istilah gang mentok. Karena, tak ada lagi lorong atau gang-gang baru.
Mesjid itu, tiga tahun lalu dibangun, kini telah diperbagusi. Catnya masih belum berwarna. Walau, jedaan waktu yang begitu lama, namun semangat untuk menyampaikan kebaikan lewat adzan menjadi spirit tersendiri dalam mengumpulkan pundi-pundi amal.
Tepat Ramadhan kali ini, Alhamdulillah hujan tak lagi membasahi sajadah-sajadah. Sayap-sayap jendela menjadi perisai. Jamaah pun khusyuk menyimak bacaan imam. Empat rakaat Isya, delapan rakaat Taraweh dan tiga rakaat Witir serasa cepat. Siklus takbir ke rukuk. Rukuk ke sujud hingga ke salam, diikuti dengan tertib. Disitu jiwa terlatih dalam spiritualisasi.
Di saat semua manusia tengah bergembira, "air" dan "mata" saling mengemukakan pendapatnya. Puji syukur terhadap hidayah Ramadhan. Genteng pun terbawa suasana, tangisan bata-bata dinding terdengar, tiang-tiang penyangga bergetar saat mendengar ucapan-ucapan keduanya dalam dialog:
Air: "hai, mata. Tahukah engkau? Sudah lama, aku duduk pada muara. aku kadang enggan mengaliri tanah-tanah di sekitarku."
Mata: "kenapa, air? Bukankah itu tugasmu? Lantas tak kaulihat aku ini? Yang selalu menyaksikan kemaksiatan dimana-mana. aku ingin bertafakkur di goa-goa seperti para Sufi, agar aku tidak dilaknat suatu saat.
Air: "tidak, mata. Kita punya tanggung jawab yang sama. Namun, ketika aku menyaksikan pula kekeringan pada tanah-tanah. Sehingga sebagian tanah membusuk dan tidak menyuburkan, aku malah sering menyalahkan diriku sendiri.
Mata:"benar, katamu. Juga sepertiku. aku tak bisa juga berbuat apa-apa. Jika saja, aku menutup diri, para tuanku akan buta selamanya.
Air: "memang serba salah juga. Kita tak bisa berbuat apa-apa. Tapi, kita tak perlu juga berduka atasnya. Bukankah kita diamanahkan untuk menuntun mereka, tuan-tuan kita."
Mata: "lantas apa yang akan kita lakukan? aku lemas dan sudah mengaku kalah atas semua ini. aku ingin berteriak saja. aku tak mampu lagi, guys."
Air:"tenang duhai sahabatku. Ini adalah pertarungan. Kita akan kalah selamanya jika tidak mampu mengalahkan ketidakberdayaan ini. Bukahkah hari ini, kita telah melihat tuan-tuan kita sangat antusias menuju bangunan di gang itu?"
Mata: "iya." Lalu caranya?"
Air: "tahukah engkau, malam ini akan didatangi oleh emosi pertaubatan dimana-mana, termasuk disini. Namun, hal itu tidaklah seseru-seru jika kita tak maksimalkan kolaborasi agar tobatan itu berqalqalah dan ketika si "nun" ketemu si "ha" akan jelas maknanya. Tidak ambigu.
Mata: "aku belum ngehh."
Air: "gini, perhatikan baik-baik. aku tak akan mengulanginya. Secara ragawi, aku dan kamu itu sesungguhnya satu. engkau adalah aku, aku adalah kamu."
Mata: "etss, jangan terlalu berteori. aku benci dengan hal itu. Langsung to do point aja. Lagian waktu kita sudah sempit. aku mau nyiapin menu buat sahur nanti."
Air: "eh.. Eh.. Eh.. Katanya mau serius ingin mengubah sama-sama. Oke deh. Gini, guys, kan dalam kebun-kebunmu, bertahta sebuah Kelenjar Lakrimal. engkau tau fungsinya kan?"
Mata: "iya juga sih.
Air: "nah itu sudah. Sekarang kita picukan hal itu, awal-awal kita buat tuan bergetar dengan getaran gempa ruhnya atas suara-suara dari pengeras bangunan itu. Kita pandu ruhnya menuju arah itu. Lalu kita ikat ruhnya pada tiang-tiang itu. Setelah itu, tugasku adalah menyumburkan butiran putihku ke seluruh raganya." Dan tugasmu, membantunya mengeluarkanku dengan paksaan sadar.
Mata: "sip. Usulanmu bagus." We action now?"
Air: "Oke. Ini saatnya."
Mata: "eh...engkau yakin akan berhasil?"
Air: "dicoba dulu. Semua syarat untuk itu telah terpenuhi. Hanya satu-satunya kondisi ini yang paling dirindukan oleh semua tuan-tuan. Inilah kesempatan emas kita guna menyuburkan tanah yang gersang dan tandus serta derita kemaksiatan yang berkepanjangan dan hampir berputus asa."
Mata: "sip. I pround of you. Tidak sia-sia, Tuhan menciptakanmu untukku. Semoga kesetian kita bisa menjadikan para tuan-tuan bahagia dunia dan akhirat.
Air: "gitu dong. Itu baru namanya Air Mata. Dengan kita, hati mereka akan tenang. Hati mereka akan terolah dengan setinggi-tingginya iman. Banyak survei telah membuktikan Air Mata menjadi pintu perubahan. Air Mata telah menjadi jembatan hati dan cinta."
Mata: "yeah. I am happy now. "
Air: "yeah. I am happy too."
Memang tak banyak akan dihikmahi dalam bulan suci ini. Jika kemarahan hati lebih besar daripada perenungan. Memang tak banyak akan dinikmati oleh hati kita, jika tak ada air mata yang mengisahkan gelombang supra ini. Mari kita berpikir agar hasilan air mata tak menghasilkan air mata pelumas, berlemak atau bermukosa. Melainkan menghasilkan air mata bermutu, air mata aqueus yang mengandung air sebagai respon dari luapan emosi. Tentu luapan dalam Ramadhan cinta.
#RamadhanCinta
#fatwaHati
# 01 Ramadhan 1439 H
Komentar
Posting Komentar