soal 2

Sahabatku, La Taghdob Walakal Jannah

dia. Ya dia. Terus mengingatkanku dalam amarah. Nasehatnya bagaikan percikan wudhu di waktu Subuh. Mengaliri sampai ke pori-pori. Hingga kantuk menjelmakan wajah berseri.
Besok dia. Ya dia. Telah memutuskan untuk berkelana. Jauh. Jauh. Tak bisa ku ukur jarak dan waktunya. Namun, setiap kutipan lisannya telah membantuku agar hidup tenang sentosa.
Kita pernah berkawan dengan siapapun. Tentu kita tak ingin pisah. Sebab, kawan yang baik adalah saling memiliki. Ourselves.
Terkadang ada api Iblis. Membawa kedengkian dan tebar pesona kemunafikan. Hidup menjadi minus. Minus nol. Minus nol, hati sudah membatu. Keras.
Disela hidup yang kadang sudah seperti bangkai. aku masih hidup dengannya. Nyawanya. Sukmaku. Akan bertahan hingga Izrail menjemput.
Jangan marah. Jangan marah, "begitu sergahnya dalam sela memadamkan merah mukaku. Hatinya yang berair bagaikan tetesan air terjun yang jatuh di atas kepalaku. Plak. Plak. Plak. Disitu aku terbangun dari emosi yang meronta-ronta.
Ini kenangmu kawan. Begitu berarti kau, menjadi mitra dalam Jannahku. Sebut saja, 1000 kali aku marah, kau datang dengan sebilah kata, "La Taghdob. 

Ambon, 5 April 2018

Komentar