Diposting oleh
Muh. Nasir Pariusamahu
pada tanggal
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ada sebuah percakapan bijak antara Sukarno dan Hatta ketika dalam mobil menuju rumah Laksamana Maeda guna menghadiri rapat kemerdekaan Indonesia.
Begini kutipan dialog itu," Bung apakah kita sanggup pimpin negara ini? "tanya Hatta. Sukarno menjawab, " Bung, tugas kita "mengawali". Nanti selanjutnya generasi kitalah yang meneruskan.
Lebih itu pula, taktala Ibrahim as disuruh oleh Allah untuk adzan. "Ibrahim berkata, "Bagaimana mungkin aku bisa mengumandangkan adzan. Sementara disekitarku tak ada orang. Hanya Kab'ah." "Allah pun berseru, " Adzanlah! Tugasmu hanya adzan. Yang akan mendatangkan orang untuk taat pada adzanmu adalah AKU."
Seikal kisah dua di atas menggambarkan pada kita tentang tabiat "thumuhat".
Manusia harus punya thumuhat atau obsesi. Biarlah obsesi itu menggelayuti setiap nafasan nadi kita. Manusia yang punya obsesi tak akan mati sia-sia. Sebab dia adalah penuntun. Kompas bagi pejalan kaki yang tersesat.
Manusia seperti inilah yang berdaya guna. Bukan harta yang ia cari. Tapi, kebermanfaatan yang dia ingin tanam. Karena manusia ini sangat haqqul yaqin dengan amal yang tidak pernah terputus walau sudah mati sekalipun.
Manusia selayaknya ini disebut oleh Anis Matta sebagai pahlawan yang bekerja dalam sunyi yang panjang. Tugas mereka mengalirkan energi bagai hujan yang memberi bumi ketika tandus.
Namun, bukan berarti mereka tidak punya penghasilan. Mereka adalah orang-orang yang kaya. Kekayaan ada pada berapa kata yang telah menembus pikiran sekaligus mempengaruhi orang untuk berbuat baik. Itulah kekayaan hakikat.
Mereka adalah manusia hamba. Otak kebaikan, magnetika kehidupan. Manusia seperti ini tumbuh sedikit diantara kebanyakan orang.
Mereka selalu mempergunakan kata "how" daripada "what". Terbuka pikirannya, tak sempit hatinya. Kerja mereka penuh kemuliaan.
Semoga kita bisa menjadi molekul dalam atomnya.
Komentar
Posting Komentar