soal 2

FAHRI BUKAN MITOS

Fahri Hamzah ( DPR-RI) 

Bukan aktor Ayat-Ayat Cinta, suaminya Sabrina ya. Heheh. Melainkan ayah dari 5 kakak  beradik Fayha Haniya, Faris Nabhan, Fayqa Hanifa, Farah Nashita, Keneisya
Fahri Hamzah nama besarnya. Seorang manusia terlahir dari rahim pergerakan dan masyarakat Nusa Tenggara Barat 45 tahun silam. Komitmen beliau tidak mengenal kontekstual.
Tulisan ini bukan untuk mengultuskan atau memuja-muja sosok fenomena ini. Sebab, agama saya juga Fahri sangat melarang itu. Melarang memuja-muja Tuhan selain Illah.
Baru tadi malam kata-kata ketirnya muncul lagi bagai petir. Kemunculan ILC dengan topik “KPK” pastilah Fahri terlibat argumen dalam forum TV One itu. Tak sedap, jika topik kopi hangat tersebut, tak ada Fahri didalamnya.
Diskusinya keren. Saya sangat kagum dengan semua pembicara yang berdurasi sekitar 2 jam lebih itu. Kepala saya menggeleng-geleng, kadang membenarkan, kadang membingunkan.
Sebagai anak Indonesia. Tentunya kita menginginkan sebuah keadilan yang merata di depan hukum. Makna keadilan adalah tanpa pandang bulu. Jangan menjadi tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Reformasi telah memberikan kita sebuah peralihan nilai. Nilai transparansi, salah satunya. Khususnya dalam soal hukum. Sekarang kampium-kampium reformasi, majulah ke muka, susunlah pergerakan sesuai garis-garis yang telah terguratkan dalam UU.
Hebatkan semua semangat religius nasionalis yang ada dalam dadamu, hebatkan semua kecakapan mengorganisasi di dalam tubuhmu. Wahai aktivis!
Dan, Fahri terlepas dia dibesarkan dari pergerakan mana dan partai apa, menurut saya, adalah manusia unik dan sangat komitmen dengan arah perjuangannya. Selayaknya pemuda Kahfi, kisahnya bukan dongeng.
Sejak 2013, saya pernah jumpa dan diskusi dengannya di Jakarta, pada beliau, saya melihat Ibrahim dewasa yang gentol melawan keberhalaan pada kaumnya. Begitu runut pikiran beliau dalam mengonstruksisasi tatanan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Saya masih baru saat itu, boleh dikatakan masih belia dalam memahami apa yang beliau sampaikan. Tetapi sebagai warga ilmiah, saya tidak sampai disitu untuk mendeksripsikan sosok manusia detektif Conan ini.
Nah, nalar saya pun menjadi rasional ketika membaca beberapa buku karya beliau, salah satunya Negara, Pasar dan Rakyat. Dan masih ada lagi bukunya. Bagi saya, menilai seseorang tidaklah cukup dengan kata-kata lisannya. Kadang lisan bertolak belakang dengan apa yang diotaknya. Diotaknya beda lagi dengan apa yang dilakukannya. Itulah iman dan keyakinan seperti Ibrahim kecil melakukannya.
Berbeda dengan Fahri, disebut singa parlemen ini. Apa yang dia ucap, dia tulis, dia lakukan begitu selaras. Walau dalam keselarasannya menganggu tidur segelintir pejabat Negara.
Itu yang terjadi hari ini. 2013 sampai detik ini, komitmen sang wakil rakyat ini masih sama, menggunakan palu, memberikan keadilan merata. Bukan melawan.
Kata beliau,” Agama telah mengajari kita untuk percaya pada hal Irasional, sebagai bukti keimanan kita sebagai hamba Tuhan. Dalam bernegara, kita harus rasional dalam menentukan nasib rakyat banyak.”
Sekali lagi tanpa membesar-besarkan beliau sebagai pahlawan keadilan Indonesia. Itu terlalu berlebihan. Sebab, yang bergelar pahlawan itu mereka yang sudah tiada. Beliau hanya sepentil dalam kendaraan Indonesia yang menjadikan jas kekuasaannya demi manusia 200-an juta jiwa.
Makna dari pergulatan fikir perjuangan beliau adalah negara ini harus saling terbuka dan memberi masukan. Saling menasehati dalam kebaikan maupun kesabaran. Reformasi telah memberikan kita semua itu untuk mengatur kestabilan ruh NKRI.
Sebagai warga publik, saya mengajak. Nikmati saja kegaduhan yang terjadi di republik ini. Semoga dibalik kesemerawutan aqidah politik ini, bisa terluruskan suatu saat nanti. Saya yakin, dibenak saudara-saudara sebangsa setanah air, juga masih simpang-siur, siapa benar-siapa salah. Itulah kenyataan akhir zaman, zaman perang tanpa senjata.
Maka, sembahyanglah di surau-surau, di gereja-gereja, di kuil-kuil, lalu ucapkan doa: Ya Tuhan, tunjukilah kepada kami, benar itu benar. Salah itu salah.  
Karena doa adalah sebab-sebab maknawi, tapi doa bisa memberi hasil materi yang bisa dilihat dan dirasakan.
Disini hanya puisi teratai yang bisa kubacakan buat Fahri:
Dalam kebun ditanah airku,
Tumbuh sekuntum bunga teratai,
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.

Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.

Teruslah, o Teratai Bahagia,
Berseri di kebun indonesia,
Biar sedikit penjaga taman.

Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun engkau tidak diminat,
Engkaupun turut menjaga Zaman.

(Sanoesi Pane, 1929)



Komentar