Tidak
mudah bagi saya untuk melengkapi setiap tanda titik dan kemudian menjadi paragraf
baru dalam artikel pendek ini. Tentunya ada sebuah keresahan yang tak berujung
pada setiap manusia jika telah datang sebuah pertanyaan,” kapan anda menikah?
Lalu dengan cepat lisannya terkunci dan hatinya membelah menjadi jurus seribu bayangan ala Naruto,
antara sebuah keharusan menjawab atau malah mutar-mutar topik sana-sini.
Memang
tak mudah membicarakan soal nikah. Berbagai versi muncul dimana-mana. Berbagai
alasan yang menunda,
karena belum matang atau ada yang punya semangat maju tak gentar bahkan pompaan Karawang-Bekasi dalam memburu calon pasangannya.
Pastinya, faktor-faktor untuk menjalani sebuah proses
“kesempurnaan agama” ini membutuhkan indera keenam, yakni kefahaman lahir
batin. Memang tak mudah untuk menikah, sebab menikah adalah menyatukan kedua
keluarga dan budaya yang berbeda, memang apa pentingnya dengan ibu-bapaknya,
sanak-keluarganya, toh yang menikah si
fulan dan si fulana, menikah saja, jadikanlah cintamu dalam pernikahan adalah
firdaus kalian. Berbagai kalimat-kalimat argumentasi tersebut berseleweran
dimana-mana. Hingga kadang menikah menjadi sebuah alat ketakutan. Bahkan
frustasi bagi sebagian kalangan anak muda. Maka, jangan salah bilamana
kasus-kasus hamil diluar nikah atas nama cinta pun berkembang pesat.
Berkaitan
dengan nikah palsu alias hamil luar nikah, bukan hanya saja terjadi di
kota-kota besar, namun, merambah hingga ke pelosok-pelosok desa. Sungguh naïf,
aksi bejat-bejat itu dianggap suci oleh mereka yang berbuat dan diamini oleh
para keluarga, tanpa ada sanksi sosial.
Lalu menikahlah!
Frase
di atas harus dipahami bahwa menikah adalah persoalan ibadah. Nikah adalah
penggenap separuh agama. Namun, dalam realita ada sebuah kegamangan dalam
menentukan sikap ksatria dalam hal ikhwalnya. Lalu, beberapa fakta terkait
maraknya pemberitaan anak usia muda yang telah menentukan sikapnya, pun menjadi
sebuah utopia bahkan agenda
komersialisasi. Akhirnya subtansi dari sebuah pesan pernikahan tak tersampaikan secara baik kepada publik.
Sebab
pernikahan adalah sumber kekayaan dalam kehidupan berkeluarga dan mencipta
sebuah peradaban. Mereka yang tidak bisa menikmati perbedaan dalam khittah
pernikahan akan kehilangan banyak sumber kekayaan. Sebab, pernikahan adalah sebuah bentuk
mengelola ketidaksetujuan didalamnya menjadi genggaman kepribadiaan; muaranya
pada sakinah, mawadah, warahmah.
Jangan
sampai jalan pernikahan hanya seperti apa yang disampaikan K.H. Zainudin MZ,” ketika baru menikah, bulan madu,
kemana-mana selalu bersama. kondangan selalu gandengan tangan. Istri
terpeleset, bilang “hati-hati”. Begiti sudah punya anak tiga, istri bilang,”
bang, kondangan yuk!” jawab suami,” jalan ajah duluan luh”. Pulang kondangan,
istri ngelapor,” bang, tadi aku kepleset. Suaminya bilang,” emang mata luh
dimana, sih?”
Sangat
miris kan? Ya. Sebab jika pernikahan tidak dirawat secara baik. Bisa jadi usia
pernikahan akan seumur jagung, bahkan tak berbuah. Padahal, uraian tentang
hikmah nikah adalah menyelamatkan manusia dari sikap asusila dan efek negatif sosial. Lantaran itu, bila tak mau bahtera
rumah tangga, hasil pernikahan karam akibat hantaman tsunami, peliharalah
bahteramu dengan cahaya iman dan dekapan ukhuwah yang akan membawamu pada
ibadah sesungguhnya. yakni tugas
pokok dari sebuah pernikahan: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras,
dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
[at-Tahrim:6]
Atas dasar itu, membina
kemesraan dalam rumah tangga, bukan soal
muda dan tua. Itulah kunci utama.
Ini merupakan cara ikhtiar perbuatan dari sikap-sikap syetan yang
berbentuk dan tidak berbentuk. Maka,
disitulah makna kesabaran, saling kasih sayang akan terbina secara alami bukan direkayasa. “Katakanlah,” wahai hamba-hambaku yang beriman! Bertaqwalah kepada
tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh
kebaikan. Dan
bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang
yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas
(Q.S. Az Zumar: 10)
Indahnya pernikahan itu pada akhirnya, semua mengharapkan
langgeng sampai hari tua dan penuh kemesraan selayaknya masa muda. Semoga bisa
selalu menjadi keluarga yang saling berkasih-sayang seperti harapan syair Ambon
yang dilantunkan Mona Latumahina di
bawah ini:
Paleng
Bae
Seng bisa bilang lai
Beta paleng sayang se paskali
Dalam beta pung hati
Cuma pikiran se tiap hari
Ada di mana sayang
Jang sampe talat makang
Seng bisa bilang lai nyong ee
Beta pung sayang
Dalam hidop ini
Cuma ale yang tau beta pung hati
Beta slalu minta
Tuhan mau satukan katong dua
Bahagia selamanya sampe oma opa
Seng bisa bilang lai nyong ee..
sayang
Se paleng bae
Par beta sio nyong manis ee
Paling mangarti beta pung hidop
ini
Se paling bae
Danke par samua yang se kasih
Mau deng ale saribu taong lai
*M. Nasir Pariusamahu
Komentar
Posting Komentar