soal 2

Dimanakah Kau, Mas Gagah?

Dimanakah Kau, Mas Gagah?

Beberapa hari terakhir, dunia perfilman Indonesia disungguhi sebuah film yang sangat fenomenal. Live di bioskop 21 Januari 2015, langsung menjadi sebuah awal penting untuk para remaja maupun insan pecinta film islam di Indonesia. Mengapa tidak, setelah ditelusuri jauh, film yang berlatar genre remaja ini telah menghipnotis remasa pada masa awal diterbirkannya novel yang menjadi inspirasi film ini. Sehingga, fakta dilapangan menunjukkan bahwa para remaja yang terhipnotis cerita yang disungguhkan Mba Helvi ini, pun berbondong-bondong dengan para anak cucunya, saudara-saudara remaja, bahkan rela mengalokasikan sedikit uang mereka untuk dibeliin tiket buat mereka; remaja. 

Film ini memang benar memberikan ruang motivasi tinggi. Betapa tidak! Seperti konsep demokrasi ala Abrahan Lincoln: “ dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Begitulah sepertinya gelaran mulai dari perencanaan hingga tahapan akhir pembuatan film ini. Lebih dari satu dekade. Butuh perjuangan untuk diterbitkannya film tersebut. Ya. Saya masih ingat tahun lalu, sang penulis ketika ditemui dalam acara penggalangan dana film tersebut di Aula IAIN Ambon. Kata beliau,” saya menginginkan film ini benar-benar adanya. Tidak boleh ada rekayasa. Maupun komersialisasi. Saya berkeliling nusantara untuki menggalang dana pembuatan film ini. In sya Allah, hasil penjualan film ini akan dialokasikan untuk pendidikan dan kemanusiaan.” Dan, tanggal 21 Januari, Ya, Kamis hari itu, saya pun membuktikannya di studio 21 Ambon Plaza lantai 4. Film yang sangat natural. Berlatar budaya remaja, Islam, kritik sosial. Dan secara singkat, saya ingin menyampaikan bahwa film ini merupakan film satu-satunya yang pernah ku tonton selaras dengan ide dan alur cerita yang terdapat dalam novel aslinya: KETIKA MAS GAGAH PERGI 01

Hanya saja, film ini muncul dalam keadaan yang berbeda zaman. Sebab, watak dan karakter yang diceritakan boleh saya menghipnotis para remaja zamannya. Tapi, apakah  hal tersebut akan berlaku sama pada remaja zaman sekarang? Maybe Yes, Maybe No. “ sadar ataupun tidak, artis maupun konsep hidup yang ditawarkan sinetron maupun film telah mempengaruhi life style penontonya,” begitu yang kubaca dari sebuah broadcast BB tadi siang. Tentunya kalimat yang tertuang dalam broadcast tersebut bolehlah hampir 95% benar. Coba anda lihat saja, betapa drama korea saat ini telah menjadi trend center bagi remaja. Bahkan teman-temanku yang katanya memahami agama pun ikut-ikutan dalam mempopulerkan. Jika dilihat dari rasa nasionalisme, akan ku beri judul: pudarnya nasionalime merah putih. Sebab, benar. Daya visualisasi dunia perfilman telah menjadi ikon baru bagi semua kalangan ideologis untuk menyampaikan ide dan gagasan. Sehingga jika kita tidak mempunyai self defense yang kuat maka kita pun akan menggonta-ganti cara hidup kita sesuai cerita film. 

Tentunya ada baik dan buruk pada dunia perfilman ataupun sinetron yang telah dikupas oleh di atas. Saya kembali pada pembahasan, industri film Islam. Tentunya, genre Islam remaja yang diorbitkan lewat film atau sejenisnya diharapakan bisa menjiwai karakter para remaja Islam. Banyak sekali film-film Islam yang telah ditanyangkan dan banyak dituai komentar pujian. Seperti film Ayat-ayat cinta dan sejenisnya, bahkan ada yang mencibir seperti film Perempuan Berkalung Sorban dan sejenisnya, atau bahkan sempat dilarang putar seperti Film 3; ALIF-LAM-MIM. Tapi semuanya itu bagi saya akan berpulang pada penonton itu sendiri, sebagai agen kontruktif dan peresensi. Saya tidak mengatakan bahwa film Islami harus dijiwai seperti film korea atau action lainnya! TIDAK. Karena masing-masing punya narasi cerita maupun latar yang berbeda. Tapi yang saya harapakan adanya sikap objektifitas yang baik dalam menjiwai setiap film yang ditonton. Sikap menjiwai akan selaras dengan bentuk aplikatifnya dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Tapi, sebagaimana visi Islam, rahmatan lil alamin. Maka dunia perfilman Islam haruslah benar-benar disajikan sebagai alat dakwah zaman modern, yang serba terbuka dan penuh kritik. Dunia film Islam haruslah menjadi agen kedamaian sebagaimana gagasan pokok film Bulan Terbelah di Langit Amerika. Sehingga pada akhirnya, kita tidak akan bertanya Dimanakah Kau, Mas Gagah????

Ambon, 23 Januari 2016
 *oleh M. Nasir Pariusamahu- Penulis sekarang aktif dalam Relawan Literalisasi Indonesia

Komentar