soal 2

Katong Pung PAPARISA tarubu?

Semenjak mereka ditakdirkan Tuhan, lewat perhelatan pesta demokrasi dan tangan-tangan segala lapis masyarakat. Masyarakat mempunyai harapan luas yang akan perubahan. Perubahan konstruktif. Perubahan penataan dan citra publik. Sebab, dirasa selama ini, publik kurang merasa diperlakukan secara adil dan merata. Juga penataan tata ruang yang terkesan kumuh. Sehingga pun, segala janji kampanye mereka dengan mudah memperdaya masyarakat di kota kecil ini, Ambon. Luasnya Ambon tidaklah seberapa pulau-pulau yang ada di Indonesia, namun Ambon mempunyai peran besar dan ganda sebagai capital city of Maluku, sehingga siapa yang menjadi pucuk pimpinan disini, dipastikan akan secara alamiah karir politiknya melangit. Begitu kata orang. Ambon sebagai kota sentral, tentunya butuh pemimpin yang bisa menjadi tuan rumah yang baik, atau kakak sulung bagi daerah kabupaten/kota di Maluku maupun di Indonesia. Nah, olehnya itu, model kepemimpinan yang bernafas humanis dan visionerlah yang ke depan bisa masyarakat teluk ini menaruh sandaran bahu, dan harapan itulah ada pada PAPARISA .
Sedemikian rupa janji kampanye mereka digaunkan. Saya masih ingat, wajah kharismatik mereka ketika mendeklarasikan diri dan memilih akronim PAPARISA (Ricard Louhenapessy dan Sam Latuconsina); pasangan urut 3, sebagai bentuk wujud rumah besar bagi kesejahteraan dan kedamaian. Itulah sebagaimana yang diharapakan oleh masyarakat. Maka tak gentar, 60.688 jiwa rela memperjuangkan mereka lewat satu tusukan di bilik-bilik suara kala itu. Itulah suara murni yang menghantarkan mereka menjadi pemenang dalam pertarungan sengit tersebut. Yang kemudian ditetapkan secara hukum lewat SK KPUD Kota Ambon nomor 22 tahun 2011 tentang penetapan pasangan calon terpilih dalam pemilihan umum walikota dan wakil walikota Ambon periode 2011-2016.  Bahkan hanya sekali putaran.
Perjalanan dalam memprosesisasi PAPARISA menjadi walikota dan wakil walikota merupakan kemauan rakyat dan takdir Tuhan. Kita biasa memahami makna demokrasi yang penuh intrik dan segala propaganda. Namun, angin taufan demokrasi tak goyahkan atap-atap PAPARISA. Sebab, rumah tersebut telah diperkuat oleh pilar-pilar yang kuat, emosi dan cinta rakyat. Lalu, ketika mereka menjadi mandataris kota berpenduduk 395.423 jiwa ini, menjalani amanah rakyat, eh tiba dipersimpangan jalan, atapnya mulai bocor, bukan oleh angin taufan seperti dulu, tetapi hanya angin sepoi. Angin sepoi yang bisa saja menghapus “kelanjutan” nama besar PAPARISA di tengah berbagai prestasi yang telah mereka torehkan pada akhir-akhir periode.
Segala pertanyaan kian dipertanyakan. Sehingga kadang masyarakat menjadi antipati. Jawaban atas pertanyaan itu sebenarnya hanya bisa memberikan kesan bertepuk sebelah tangan. Padahal, masyarakat sangat ingin tentunya PAPARISA ini menjadi rumah teduh untuk yang kedua kalinya. Namun, sangatlah ironi. Jika, amanah bukan lagi dipandang sebagai neraca nurani rakyat. Tapi, amanah merupakan dagelan politik. Sehingga amanah itu sering tak berkorelasi dengan janji-janji. Amanah akan mengikuti kemauan politik. Amanah dipandang sebagai hal yang tidak agung lagi. Padahal, Secara lughawi, kata "amanah" artinya dipercaya atau terpercaya. Adapun menurut istilah, amanat adalah segala hal yang dipertanggungjawabkan kepada seseorang, baik hak-hak itu milik Tuhan maupun hak hamba, baik yang berupa benda, pekerjaan, perkataan, ataupun kepercayaan hati. Bila dilihat dari aspek agama, maka  apabila kita diserahi suatu amanah, maka amanat itu wajib kita pelihara, kita laksanakan, kita layani, baik amanah itu berupa harta, kehormatan, wasiat maupun lainnya. Apalagi jabatan yang tinggi merupakan bentuk amanah yang harus dijaga.
Pada akhirnya, makna PAPARISA mulai pudar. Kepudarannya mempengaruhi masa depan kota tercinta, Ambon Manise. Kerinduan akan ketuntasan janji kepada masyarakat tempo lalu haruslah dimaknai sebagai acuan untuk berpikir dan bertindak. Berpikir dan bertindak sesuai janji setia bersama, menuntaskan harapan rakyat, agar rakyat merasa ada pelindungnya dan mungkin bisa menjadi satu-satunya pelindung terbaik. Mungkin saja. Disatu sisi masih banyak hal yang harus diselesaikan. Memang, intrik politik mengalahkan pakta nurani. Pakta nurani yang telah dibangun oleh airmata dan kepercayaan. Bukan salahnya juga, PAPARISA harus “roboh” sebab itu mungkin takdirnya untuk periode ini. Tetapi, sebelum roboh bisakah perbaiki bocoran-bocoran di atap, agar hujan tak membasahi airmata atau coretan-coretan di dinding, agar dinding tetap putih dan tak ternoda, dan vaksinansi rayap-rayap di pilar-pilarnya, agar pilar-pilarnya tetap kokoh.  
Juga kiranya, PAPARISA bisa membaca tulisan metafora ini dengan bijaksana. Kami adalah rakyatmu. Kami rela menderita di pasar apung atau rela bermain ombak di teluk Ambon, sebab kami tau PAPARISA akan membuat nyaman dan bestari negeri ini. Kami tau, masih banyak agenda yang belum dituntaskan bersama. Kami ingin bersamamu. Selama di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Tapi, kenyataannya badai teluk sangatlah kuat, dan gunung nona masih terlalu tinggi untuk didaki. 

 Oleh M. Nasir Pariusamahu_Ketua KAMMI Daerah  Ambon

Komentar