September
tahun lalu publik Maluku menaruh harapan yang mendalam pada kalian. Proses
pelantikan sebagai anggota dewan pun berjalan sangat lancer, walaupun dalam
berbagai prediksi ada semacam gangguan untuk membatalkan agenda tersebut. Maka
tak tangguh-tangguh, aparat keamanan 2.300 personel diturunkan untuk
mengamankan jalannya proses seremonial tersebut. Maka, hari itu pun kalian
ditetapkan sebagai anggota legislatif Maluku periode 2014-2019. Sebagai
penyambung lidah masyarakat tentunya bukanlah hal yang instan, walaupun tadinya
segala media memberitakan tentang praktek sebagian diantara kalian tentang cara
hitam dalam mengejar ambisi. Tapi, itulah demokrasi. Jadinya kalian merupakan proses
manis pahit dalam pesta demokrasi yang dinamakan pileg. Tentunya setelah kalian
bertempur dan menghabiskan energi April tahun lalu, sekiranya berkobar-kobar
dalam pertempuran tersebut, niat dan program kerja yang dijanjikan bisa “
membahagiakan” 1, 6
juta jiwa di provinsi kepulauan ini.
Namun, sunguh ironis.
Beberapa hari ini, saat headline berbagai
media di daerah ini, sambung-menyambung saling bersahut atas tragedi di gedung
senayan, puncak Karpan. Begini beritanya pada salah satu media : “ Bercelana Pendek, Wakil Ketua DPRD Mengamuk
di Tengah Rapat Pansus (sumber: http://regional.kompas.com)”
tentunya ini merupakan salah satu perilaku yang ditontonkan oleh para
legislator kita. Barangkali ada balada lain, tapi belum tercium oleh publik.
Hal ini patut disayangkan. Di saat bangsa ini tengah krisis kepemimpinan, maka
adegan seperti ini janganlah lagi menambah deretan indikator tentang degradasi
kepemimpinan. Sebab, jika degradasi kepemimpinan sudah merambah di ranah
lembaga negara, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Maka, masyarakat akan
memberikan nilai (value) minus dan kehilangan kepercayaan.
Tentunya, attitude dalam bersikap
harus benar dijaga, sehingga tidak terjadi krisis moral yang
berkepanjangan. Tuhan saja memperkenalkan dirinya dengan rahman dan rahim, lalu
mengapa kita (hamba) mengabaikan kasih saying dalam setiap hal.
Padahal,
masih banyak PR yang harus diselesaikan. Kami kemudian bertanya, apakah ini
adagen dalam sinetron? Ataukah kami menyaksikannya dalam mimpi? Bagi kami, kalian
yang telah diamanahkan merupakan “Tuhan” kedua dalam kehidupan masyarakat.
Tapi, apakah “Tuhan” yang dimaksud bisa bersikap adil dan menyejahterakan?
Kehidupan sosial menjadikan kita harus tak bisa berdiri tunggal dalam bersikap.
Kita adalah tiap-tiap. Tiap-tiap yang perlu adanya saling memahami. Bukan malah
mencaci maki dan bermain otot. Kami kira ini adalah sebuah klimaks yang
memperlihatkan sikap tulus kalian dalam memperjuangkan aspirasi. Inikah cara
terhormat? Bukankah setiap harinya kalian sering bertengkar? Tapi kenapa ada
saja yang tak bisa berlapang dada? Ini bukan soal siapa yang benar atau salah.
Ini soal mekanisme komunikasi berbasis kepentingan dan manajemen yang
amburadul. Olehnya itu, marilah saling melihat simpul-simpul kebaikan diantara
45 legislator yang duduk di “Rumah Rakyat”. Itu akan menjadi labih baik. Politik
penuh cinta dan kasih. Kita ketahui bersama, bahwa nilai –nilai humanis bangsa
ini adalah gotong royong. Apalagi misi pemerintahan saat ini “Ayo Kerja”. Ayo kerja tanpa kepentingan. Ayo kerja tanpa saling
adu otot. Sudahkah hilang ungkapan indah
yang menjadi budaya kita, “ laeng baku
lia laeng, atau sagu salempeng?” janganlah membuat negara drama ini gaduh; berubah
dari ramah menjadi marah.
Tragedi
ini diharapkan jangan melebar begitu saja dan mengakibatkan kesalahpahaman yang
berujung pada malapetaka. Drama ini boleh saja dimainkan. Tapi, kami kira harus
sesuai dengan etika dan peraturan yang berlaku. Benar kata salah satu
motivator, bahwa melakukan sesuatu jangan hanya “sekedar”. “sekedar
popularitas”, “ sekedar ngomong”. Apakah legislator kami begitu? Jika hal ini
telah teracuni dalam jiwa legislator kami, maka tunggu saatnya saja organisasi
yang bernama DPRD ini akan mandul dan bubar dengan alami. “ a good example, a
good sermon”.
UU
telah menganugrahkan kelebihan untuk para legislator untuk menjadi control terhadap roda pemerintahan.
Fungsi-fungsi kerja mereka meliputi fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan.
Kami mengharapakn balance fungsi ini
bisa terjamah dengan baik dan tidak terganggu dengan euforia kepentingan. Artinya,
jika sikap internal lembaga rakyat ini tidak terkonsolidasi dengan baik dan
tersistem, maka apakah fungsi-fungsi kerja ini dapat berjalan secara baik? Jika
setiap harinya berperilaku tak aturan, dimana letak nawaitu mu?
Coba
kalian simak senyuman anak-anak sekolahan taman kanak-kanak. Apakah senyuman
mereka sama dengan kalian? Senyum mereka sangat tulus dan tanpa dusta. Hawa
senyum tanpa konspirasi sangatlah lekat di wajah generasi muda ini. Kami harap,
jangan mendustai senyuman tulus mereka. Kemudian, kami kira, marilah saling
memahami apa tujuan kalian? Apakah kalian punya rasa senasib dan sepanggung
dalam berjuang? Tuhan tidak melihat dengan jabatan apa kalian berjuang, tapi
seberapa besar kontribusi kalian dalam senyap. Kiranya semua Al Kitab
mengajarkan tentang norma-norma kebaikan. Yang dijuga dijewantahkan dalam
Pancasila sila ke empat: “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”
Semoga Tuhan membersamai kita semua.
Oleh M. Nasir Pariusamahu
Ketua KAMMI Kota Ambon
Komentar
Posting Komentar