soal 2

Antara, Maluku dan Indonesia


Setiap kita tentu memiliki prespektif berbeda. Begitu dengan saya. Kali ini, saya lebih cenderung untuk membahas dua kata. Dua kata yang mempunyai hubungan emosional yang begitu mendalam. Ya. Maluku dan Indonesia. Nukilan saya ini adalah sebuah prespektif tentang harapan besar sebagai anak bangsa, yang begitu prihatin atas keadaan sejarah yang telah ditinggalkan oleh generasi. Hanya ingin mencoba membuka tabir dan bisa menjelaskan.
Telah kita ketahui bersama. Sebagai sebuah negara yang berada di timur dunia, Indonesia memiliki kekayaan yang sangat melimpah. Kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini sangat menggiurkan bangsa lain. Terutama kekayaan  melimpah dari hasil bumi Indonesia yang berupa rempah-rempah yang sangat populer dan sangat diperlukan oleh bangsa Eropa dalam kehidupannya sehari-hari.  Salah satunya Maluku, yang dijadikan sebagai incaran.
Maluku merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Daya magnet rempah-rempahnya sangatlah menggiurkan kaum imperialis. Disamping itu juga ada faktor lain seperti:  dikuasainya rute dan pusat-pusat perdagangan di Timur Tengah oleh orang-orang Islam, adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan ditemukan peta dan kompas yang sangat penting bagi pelayaran, adanya jiwa petualangan sehingga menggugah semangat untuk melakukan penjelajahan samudra. Sehingga, walaupun luasnya samudra dan jauh jaraknya Eropa ke Maluku, bangsa-bangsa Eropa tersebut; Portugis, Spanyol dll terus melakukan upaya-upaya. Alhasil, mereka berhasil masuk ke Maluku. Sejarah mencatat  tahun 1511 di bawah pimpinan  d'Albuquerque, Portugis berhasil menguasai Malaka. Dari Malaka di bawah pimpinan d'Abreu, tahun 1512 Portugis pun sampai di Maluku[1] dan diterima baik oleh Sultan Ternate yang pada waktu itu sedang bermusuhan dengan Tidore. Portugis berhasil mendirikan benteng dan mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah-rempah.
Namun, kita tau bersama bahwa otak penjajah tetaplah penjajah. Tidak ada yang baik. Visi mereka gold, gospel dan glory tercium bauk busuknya oleh rakyat Maluku. Maluku bangkit dan sedia mengusir mereka. Maka lahirlah Sultan Baabullah, Sultan Khairun, Said Perintah, Pattimura tahun 1817  dan pejuang lainnya. Upaya-upaya licik penjajah dalam mengadu domba, dan redalah perlawanan itu. Tapi, darah pejuang tetaplah mengalir di dada para generasinya, yang senantiasa menjadi aliran mematikan bagi penjajah.  Cakalele pake parang deng salawaku. Katong kajahang biji ruku. Karna beta Maluku.  Anak alifuru nyali pangkuku”.
Kisah historis kedua “kandung” ini; Maluku dan Indonesia berlanjut pada rentetan sejarah pembentukan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai salah satu daerah yang menjadi “founding” NKRI, Maluku telah menempatkan diri sebagai bagian yang tak terpisahkan bersama 7 daerah lain; Sumatera, Borneo, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Celebes, dan Sunda Kecil, yang mengaku kedaulatan NKRI pada saat itu. Sehingga kita akan merasa takjub akan HUT (Hari Ulang Tahun) keduanya hanya berselang dua hari. Maluku yakni 19 Agustus dan Indonesia yakni 17 Agustus. Pada tahun yang sama, yakni 1945. Kini Maluku, setelah pisah ranjang dengan Maluku Utara tahun 1999. Juga tragedi krisis kemanusiaan dan konflik horizontal yang melanda Maluku pada episode 1999 hingga tahun 2000-an juga tak lepas dari krisis moneter yang melanda Indonesia saat itu. Maluku terus berbenah. Jika kita bicara, Maluku dari masa ke masa, maka kita akan menemukan makna yang lebih mendalam.
Hari ini, Maluku di bawah kepemimpinan Said Assegaf dan Zeth Sahuburua  yang dilantik oleh Mendagri tanggal  10 Maret 2014 berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 13/P tahun 2014 tertanggal 26 Februari 2014. Sebagai Gubernur Maluku dan Wakil Gubenur Maluku Periode 2014-2019, pasangan dengan akronim SETIA ini, mempunyai sejumlah PR besar untuk mengembangkan Maluku ke arah yang lebih baik. Berbagai problem, seperti P10 Blok Masela, Lumbung Ikan Nasional, Perlakuan Daerah Khusus, Undang-undang kemaritiman, juga dinamika politik haruslah diperhatikan oleh pemangku kebijakan. Olehnya itu,  pusat dan daerah harus bisa menjaga hubungan sejarah itu, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari “sepenanggung”. Intensifikasi komunikasi merupakan hal terpenting yang dijaga. Bukan seperti janji dagang sapi. Apalagi kita tau bahwa luasnya Maluku 705.645 km2, terdiri dari lautan 658.294,69 km2 dan 47.350,42 km2 daratan. Artinya wilayah lautan lebih besar daripada daratan.  Dengan jumlah penduduk ± 1,5  juta jiwa (sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Maluku) maka semua itu akan berkorelasi dengan soal kesejahteraan. Sebab UUD 1945 Bab XIV tentang  Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial telah menjelaskan itu serta UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), yang dirancang untuk memberikan landasan mewujudkan amanat UUD 1945.
Sebagai ikon sejarah masa lampau dalam pembentukan NKRI, ikon perdamaian dunia serta pula kearifan budaya serta eksotiknya panorama pariwisata. Itu semua akan menjadi nilai jual yang bisa mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat jika dikelola dengan baik. Sehingga diharapkan masyarakat 11 kabupaten/kota yang mendiami segala gugus pulau di Maluku dapat merasakan nikmatnya kesejahteraan yang merata.
 
Penulis: M. Nasir Pariusamahu, Ketua KAMMI Kota Ambon



[1] Saat itu Maluku dan Maluku Utara masih satu bernama kepulauan Maluku. Namun pisah sejak masa orde Reformasi di bawah kepemimpinan Presiden B.J Habibie, yang dilegalkan dengan Undang-Undang Nomor 46 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Maluku Utara.

Komentar