On 7th June 2015
#menulis Hujan, Menunggu Pelangi
Pagi ini, matahari beradu kekuatan. Sambil menikmati lagu
Nyanyian Sahabat, aku merangkai perjalananku di bawah keangkuhan matahari yang
tetap dipermainkan #hujan.
Spidometer motor Revoku dengan plat nomor DE 3789 AT melaju
membelah #hujan yang meramaikan pagi sejak aku berjarak 100 meter dari rumah.
Walau #hujan hari ini membasahi seluruh kota, sepanjang jalan sepi. Tak yang
berani berlalu-lalang. Malahan pembalap liar pun tak kuasa dengan manajemen
waktu #hujan. Walau #hujan pagi ini, membuat seantero jam-jam sibuk kantoran
menjadi sunyi. Eh karena hari ini memang di kelander masehi, menunjukan MINGGU,
artinya libur. Tapi #hujan hari ini tak membuat jadwal liburku sama dengan
kalender. Aktivitasku tak ada kata libur, mungkin hanya jeda antara
rakaat-rakaat siang malam yang membuatku rehat sejenak. Ini masalah amanah
bro..#hujan tak bisa membenamkan matahari dalam sukmaku. “ hanya dua kan visi
hidup kita: beribadah dan menjadi khalifah. Setelah itu, kita mati hanya
ditemani sebuah persegi panjang dan batu nisan di atas kepala jasad kita,
sambil bertuliskan,” Si fulan bin akhir, lahir bulan Muharam, wafat bulan Dzulhijjah.
Oh betapa rugi kita, tanpa meninggalkan hal-hal yang bermanfaat untuk orang
lain, generasi pelanjut.
#hujan rintik maupun derasnya pagi tak bisa menyaingi
sorak-sorak fans club Barcelona. Tapi setidaknya #hujan telah menghibur fans
Juventus dan pemainnya, yang harus rela tahun ini memberikan The Champion buat
klub raksasa eropa bahkan dunia, Barcelona FC. 1-3 skor kemenangan bagi klub
asal negeri matador. Dini hari tadi 01.45. Aku bukan fans Barcelona, tapi aku sungguh
bahagia, bahwa orang Indonesia masih tetap setia dengan dunia persepak bolaan
walaupun meng-fans-kan klub luar negeri, akibat sanksi memalukan dari FIFA yang
baru pertama kali buat Indonesia. sehingga klub-klub Indonesia bahkan Timnas
hanya bisa menahan asa di dada. Persipura Bubar. PSSI dibekukan. Oh garudaku
kini tak bisa terbang lagi. Kembalikan bolaku! Semoga #hujan bisa merubah
semuanya. Amin
Masih #hujan berfoya-foya dengan angin-angin. Sehingga
kecepatan roda duaku hanya cukup melaju
40 km/jam. Sabar. “ ngebut=
kecelakaan”, “hati-hati rawan kecelakaan,” itu bentuk-bentuk warning oleh
beberapa baliho yang sempat ku simak di area alur perjalananku. #hujan
memberiku kesabaran.
Masih bersama #hujan. Aku di sore ini mengejar senja yang
biasa terbit di ufuk barat. Tapi, yang ku lihat semua putih. Teluk Ambon Hitam
Putih, bahkan Pintu Kota pun tertutup kabutnya. Dari arah bandara Pattimura,
pesawat hanya bisa berpasrah akan ganasnya turbulensi awan-awan. Kapal-kapal di
dermaga Yos Sudarso kehilangan wibawa kegagahan kapal-kapalnya akibat laut
teluk yang tiba-tiba memperlihatkan keganasannya sebagai gelombang. Gelombang
naik-turun sehingga feri Galala-Poka terlihat berteduh. Walau, Tanjung Martafons
selalu memanggil-manggil dengan dedaun bakaunya. Oh #hujan memberi. Bumi
menerima. Sehingga tak kulihat senja dimataku hari ini.
#hujan terima kasih. Masih menyediakan waktu untuk merasai,
melepaskan dahaga, menciptakan kata-kata sejak aku pergi dan pulang. #hujan
terima kasih atas kesediaan dalam menemani imajiku dalam menghapus lelahku
seharian. #hujan terima kasih telah membersamaiku memberikan inspirasi lewat
saduran paragraf-paragraf konyol ini. Semoga di kau#hujan tetap menjadi teman
abadiku. Menghapus signal-signal errorku. Dalam mimpi ku sebut #hujan teduh dan
membawaku pada melukis pelangi. Kapan?
Tanah Rata, kuhabiskan kata terakhir dengan suara-suara
tilawah.
To be continue…..
Komentar
Posting Komentar