PEMUDA DAN INSPIRATIF KEBANGKITAN
NASIONAL
Oleh M. Nasir Pariusamahu, Ketua
KAMMI Daerah Kota Ambon
Orang-orang
akan bertanya mengapa saya menulis serial ini? biasanya saya akan terdiam.
Sebab, memang tidak ada alasan yang terlalu jelas. Yang saya rasakan adalah
dorongan naluri; bahwa negeri ini sedang melintasi sebuah persimpangan sejarah
yang rumit, sementara perempuan-perempuannya tidak subur; mereka semakin pelit
melahirkan “sosok inspiratif”.
Ketika
negeri ini dilanda krisis, maka kita akan menyatakan bahwa krisis adalah sebuah
takdir untuk semua bangsa. Justru fakta itulah yang menjadi isyarat kematian
sebuah bangsa. Barangkali kita akan mengingat bangsa Amerika yang pernah
mengalamai depresi ekonomi terbesar di dunia dari tahun 1929-1937. Selang 5 tahun
kemudian, mereka memasuki perang dunia II dan menang. Pengalaman pahit negeri
paman sam tersebut telah membesarkan mereka. Selama itu pula mereka menemukan
teori-teori makroekonomi, dan menjadikan mereka berkuasa penuh di muka bumi ini
hingga saat ini.
Kilas
balik dalam negeri kita, Indonesia. Kita tentunya mengalami masalah-masalah
yang tidak jauh berbeda dengan Negara-negara lain. Bahkan kiranya, probelamatikanya sangatlah
kompleks melanda negeri zamrud khatulistiwa ini. Mulai dari pelepasan diri dari
penjajah, dan kini masih juga terjajah. Dengan bahasa lain, “lolos dari sarang
singa, masuk juga ke sarang harimau”. Olehnya itu diperlukan “sosok inspiratif”
yang hanya akan dimainkan peranannya oleh pemuda.
Kenapa harus pemuda?
Dalam
refleksi kebangkitan nasional yang sering diperingati tanggal 20 Mei, adalah
sebuah jawaban dari peranan pemuda. Olehnya itu, semestinya peringatan itu
dijadikan sebagai momentum oleh kaum muda untuk bangkit dan menjadi pahlawan
baru membawa perubahan dan memperbaiki bangsanya, Indonesia. Karena, negeri ini
telah sedang mengalami problematika keumatan yang begitu dahsyat. Sehingga
diperlukan mental kepahlawanan demi memberi inspirasi bukan hanya sekedar
mimpi. Definisi UU no. 40 tahun 2009 tentang kepemudaan adalah orang-orang yang
berusia dari 16 hingga 30 tahun, termasuk mahasiswa di dalamnya harus menjadi
pionir dalam pembangunan Indonesia. Pemuda dalam artian kebangkitan, haruslah
bukan menjadi agen perubahan, tapi mesti sudah diposisikan sebagai direktur
peradaban. Hal ini disebakan, karena pemuda memiliki beragam potensi. Mulai
dari kekuatan fisik, kecerdasan fikir, kecepatan belajar dan kemampuan
adaptasi. Sementara definisi lain, WHO menggolongkan usia 10-24 tahun sebagai young people, sedangkan remaja atau adolescence dalam golongan 10-19 tahun.
Apapun about pemuda, yang jelas tidaklah bertolak belakang
dengan kemampuan memberikan kontribusi. “tak pernah henti ‘tuk berkarya, that’s young.
Wajah
Indonesia masa depan. Akan terlihat dari wajah pemudanya saat ini. Siapa lagi
yang akan merawat taman-taman bangsa yang kini telah terseok-seok, kalau bukan
pemuda. Olehnya itu dipastikan bahwa pemuda-pemuda yang hidup pada zaman ini,
memiliki aktivitas-aktivitas yang selalu berorientasi kepada kebaikan. Walaupun
kebaikan tersebut berupa butiran-butiran kecil. Tapi, akan terangkai dengan
sendirinya menjadi sebuah bongkahan besar bahkan menggunung dan sulit diruntuhkan, itulah makna yang di sampaikan
oleh Anis Matta dalam serial kepahlawanannya. Juga pun semangat kita akan
berkobar, ketika kita menyelami makna pemuda yang digelorakan oleh Sukarno, “berikan
aku 1000 orang, maka aku akan gerakan gunung semeru. Berikan aku 10 pemuda yang
membara cintanya kepada tanah air, maka aku akan guncangkan dunia”.
Mengembalikan Masa Depan Indonesia
Dalam
mengartikan semangat kebangkitan nasional. Tentunya visi besar yang telah
dipelopori oleh para pemuda lintas zaman. Dan mengambil dua momentum pada
tanggal 20 Mei 1908 dan 28 Oktober 1928 sebagai nafas awal kebangkitan nasional,
dilanjutkan dengan visi besar bangsa ini: Pertama,
bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Kedua,
dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah kepada saat berbahagia
dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Ketiga, atas berkat rahmat Allah yang
maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya. Keempat, kemudiaan
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadlian
social, maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indoensia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berdaulat rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dan permusyawaratan/
perwakilan, serta mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Tentunya dalam mengimplementasikan nafas visi
besar itu, dibutuhkan sosok-sosok inspiratif, yang bukan menjadi penonton
semata. Sebab jika hal ini terjadi, maka kita telah melukai hati para
deklarator yang aktif untuk memperjuangkan nasib bangsa ini.
Sejarah
pada hakikatnya adalah sebuah pertanggung jawaban. Sekarang kita hadir di zaman
ini untuk menyambung keterputusan sejarah bangsa. Kehadiran kita (Pemuda)
diharapkan menjadi ide tentang kebangkitan masa depan. Dalam konteks kekiniaan,
pemuda harus bisa memainkan peran di panggungnya atas fenomena yang melilit.
Mulai dari mengisi transisi demokrasi, memberikan formulasi kepemimpinan baru,
dan mengontrol nafas gerakan pemuda itu sendiri. Tugas-tugas tersebut secara
sederhana dapat dipahami bahwa pemuda merupakan estafet kepemimpinan bangsa,
sebagai pengumpul dan pemberi gagasan baru, juga sebagai kekuatan pembaharu/
reformer. Berat? Nah yang berat itulah yang hanya dapat dibebankan pada pemuda.
Dari realita, kita bisa menyatakan bahwa peluang telah terbuka. Sehingga proses
transformasi pemikiran kaum muda sudah saatnya tampil di depan. Kebangkitan
yang diretas oleh generasi pemuda 1870-1950 kemudian dilanjutkan oleh generasi
tahun 1955-1998 haruslah dipercayai sebagai kekuatan mimpi yang akan diretas
juga oleh pemuda zaman ini. Sebab mungkin saja, pemuda saat ini telah
kehilangan ruh?
Yang
jelas, jika tidak semangat kaum muda dan semangat patriotismenya, maka bangsa
ini mungkin telah berada pada kepunahan. Olehnya itu, keriusaan kita saat ini
bukan menjadikan “sosok inspiratif” tersebut semakin langka. Sejarah bangsa ini
adalah cerita tentang kontribusi dan karya. Karena itu, kita perlu juga
mendefinisikan sejarah sebagai industri untuk kebangkitan masa depan. Jangan
bungkus tekad kita dalam kamar tidur lelap kemalasan dan keloyoan. Jangan pupus
semangat perjuangan kita dalam keletihan dan kelelahan yang kita alami, karena
di dalam tekad dan semangat, ada keberdayaan sebagai syarat negeri ini bangkit
dan menemui takdir kejayaannya. Sehingga, Prof. Ahmad Mansur Suryanegara
menyampaikan bahwa menjadi “api sejarah” itu, yang akan terus menggelora di
atas bara kebangkitan Indonesia. Akhirnya, gagasan ini adalah sebuah upaya
meretaskan kembali semangat mengembalikan bangsa ini agar menjadi sepenggal
firdaus di muka bumi. Mari bekerja!!! Dan
kututup paragraf ini dengan kutipan Anis
Matta dalam Gagasannya dari buku Gerakan
ke Negara: “ beri kami lebih banyak kesempatan untuk terlibat, dan izinkan kami
menata ulang taman Indonesia, biar kami buat kalian tersenyum sebelum senja
tiba.
Hmm., posting yang bagus kaka., numpang baca
BalasHapus