soal 2

AMBON DIBALIK ANGKA 439 (Mengenang HUT Ambon: 7 September 1575 -7 September 2014)


Add caption

    Oleh M. Nasir Pariusamahu, Ketua KAMMI Daerah Kota Ambon

Hasil karya merupakan sebuah hasil dari bentuk pengabdian. Bentuk pengabdian itu ada yang nyata maupun tidak nyata. Tapi seberapa besar bentuk pengabdian itu, akan terasa bilamana dirasakan langsung oleh lingkungan sekitar. Bahasa sederhananya adalah “sebaik-baik manusia, adalah manusia yang paling bermanfaat untuk orang lain”.  Dalam momen HUT Kota Ambon yang telah memasuki usia yang keempat ratus tiga puluh sembilan semestinya jangan hanya diartikan sebatas  momen seremonial saja.  Namun, kita lebih pada hal subtansialnya, yakni selalu memberikan pertanyaan, dalam usia yang sudah empat abad lebih ini, sudahkah masyarakat semua merasakan kesegaran untuk hidup di kota ini? sejarah itu dinamis dan terus merubah arah pemikiran para manusia. Kenyataan hari ini adalah refleksi pikir sejarah masa lalu, dan kenyataan hari esok adalah kumpulan pikir hari ini. Barang siapa yang lupa sejarah maka akan lupa dirinya. Jadi semakin bertambahnya usia semestinya diikuti dengan perkembangan yang pesat.
Kiranya kita tak boleh lupa dengan sejarah panjang ini. Tentunya  kita masih mengingat memory tentang episode panjang itu, dari semula yang bentuknya kelompok-kelompok masyarakat kemudian  berkembang menjadi masyarakat Ginekologis territorial yang teratur. Karena itu, tahun 1575 dikenal sebagai tahun lahirnya Kota Ambon. Pada tanggal 7 September 1921, masyarakat Kota Ambon diberi hak yang sama dengan Pemerintah Colonial, sebagai manifestasi hasil perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku. Momentum ini merupakan salah satu momentum kekalahan politis dari bangsa penjajah dan merupakan awal mulanya warga Kota Ambon memainkan peranannya di dalam pemerintahan seirama dengan politik penjajah pada masa itu, serta menjadi modal bagi Rakyat Kota Ambon dalam menentukan masa depannya. Karena itu, tanggal 7 September ditetapkan sebagai tanggal kelahiran Kota Ambon.. Tentunya kita telah melewati setiap jejak sejarah itu, tapi sebagai pecinta kota ini kita sepatutnya memberi sikap positif karena tidak dipungkiri bahwa ada jua duri-duri  yang selalu ada pada jalan licinnya.   

Ambon???  dalam catatan empat abad…
Tulisan ini sengaja saya tulis sebagai bentuk penghargaan terhadap kota tercinta ini, Ambon. Silahkan tulisan ini dinilai secara objektif. Dan tersebutlah bahwa tulisan ini merupakan sebuah pengharapan konstruktif dari sebuah dinamika yang mewarnai pelangi di kota yang menjadi capital city of Maluku. Secara umum kita telah mengetahui Hari lahir atau hari jadi Kota Ambon yang telah diputuskan jatuh pada tanggal 7 September 1575 dalam suatu seminar di Kota Ambon. Bagaimana penentuan hari jadi kota kita yang telah berumur ratusan tahun itu, sejarahnya dapat dijelaskan sebagai berikut : Bahwa yang mengambil inisiatif atau gagasan untuk mencari dan menentukan hari jadi atau hari lahir Kota Ambon adalah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Ambon Almarhum Letnan Kolonel Laut Matheos H. Manuputty (Walikota yang ke- 9). Seminar berlangsung dari tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 itu akhirnya menetapkan hari lahir kota Ambon pada tanggal 7 September 1575. Bahwa tahun 1575 diambil sebagai patokan pendirian kota Ambon ialah berdasarkan fakta-fakta sejarah yang dianalisa dimana sekitar tahun tersebut sudah dimulai pembangunan benteng “Kota Laha” didataran Honipopu dengan mengerahkan penduduk di sekitarnya oleh penguasa Portugis seperti penduduk negeri / desa Kilang, Ema, Soya, Hutumuri, Halong, Hative, Seilale, Urimessing, Batu Merah dll. Benteng Portugis yang dibangun diberi nama “Nossa Senhora de Anuneiada”. Dalam perkembangannya kelompok pekerja benteng mendirikan perkampungan yang disebut “Soa” Kelompok masyarakat inilah yang menjadi dasar dari pembentukan kota Ambon kemudian (Citade Amboina) karena di dalam perkembangan selanjutnya masyarakat tersebut sudah menjadi masyarakat geneologis teritorial yang teratur. Selanjutnya tentang penetapan tanggal 07 September didasarkan pada peninjauan fakta sejarah bahwa pada tanggal 07 September 1921 , masyarakat kota Ambon diberikan hak yang sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda sebagai hasil manifestasi perjuangan Rakyat Indonesia asal Maluku di bahwa pimpinan Alexander Yacob Patty untuk menentukan jalannya Pemerintahan Kota melalui wakil-wakil dalam Gemeeteraad (Dewan Kota) berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 07 September 1921 nomor 07 (Staatblad 92 Nomor 524). Ditinjau dari segi politik nasional, momentum ini merupakan saat penentuan dari Pemerintahan Kolonial Belanda atas segala perjuangan rakyat Indonesia di Kota Ambon yang sekaligus merupakan suatu momentum kekalahan politis dari bangsa penjajah. Ditinjau dari segi yuridis formal, tanggal 07 September merupakan hari mulainya kota memainkan peranannya di dalam pemerintahan seirama dengan politik penjajah dewasa itu. Momentum inilah yang menjadi wadah bagi rakyat Kota Ambon di dalam menentukan masa depan. Dilain pihak, kota Ambon sebagai daerah Otonom dewasa ini tidak dapat dilepaspisahkan daripada langka momentum sejarah.
Setelah Seminar Sejarah Kota Ambon yang berlansung tanggal 14 sampai 17 Nopember 1972 berhasil menetapkan tanggal 7 September 1575 sebagai Hari lahir Kota Ambon, maka untuk pertama kalinya pada tanggal 7 September 1973 Hari lahir Kota Ambon diperingati hingga saat ini. Sebagai pusat kota di Maluku, Ambon telah mengalami pasang surut dalam memajukan kotanya. Jika dilihat dari usia, Ambon lebih dulu ada daripada keberadaan Negara Amerika Serikat, ataupun Singapura. Tapi coba tengok, tentang perkembangan Ambon jika dibandingkan dengan negara-negara tersebut. Kita tidak bicara tentang skala negara atau provinsi. Tapi yang kita bicarakan adalah tentang skala karya dan peradaban. lalu masihkah ada harapan? Ternyata perbedaannya semua bukan berada pada dan tidak tergantung pada usia. Contohnya mesir yang usianya lebih dari 2000 tahun tapi masih tertinggal dibandingkan dengan Singapura yang kini rakyatnya sejahtera dan tidak miskin. Atau dilihat dari sumber daya alamnya, juga bukan jawabannya, sebab Jepang yang sangat terbatas daratannya, 80% adalah pegunungan tapi kini menjelma sebagai Negara Industry terapung dan raksasa ekonomi kedua di dunia atau dalam skala keamanan, maka Swiss jawabannya, bank-bank di negara itu menjadi rujukan dan sangat dipercayai dunia. Jadi tidak ada hubungan siginifikan bahwa usia satu negara mempengaruhi kemajuan. Namun, hal itu dapat terjadi pada negara-negara maju karena sikap dan perilaku masyarakatnya telah dibentuk sepenjang tahun melalui pendididkan dan kebudayaan. Masyarakatnya sangat patuh terhadap prisnsip hidup yakni, keyakinan, etika, kejujuran dan integritas, bertanggung jawab, hormat pada aturan hukum dan hukum masyarakat,   cinta pada pekerjaan, menghormati hak orang lain, investasi, hargai waktu, kerja keras. Apakah Ambon sudah benar-benar melaksanakan hal-hal tersebut?
Sementara itu dilain sisi era globalisasi telah memberikan kita bahasa pengakuan. Apa itu??? Bahasa tentang “apakah anda mau tergilas oleh zaman???”. Olehnya itu, tidak ada saatnya lagi untuk tidak membaca hal-hal yang kecil dan tak berguna. Saatnya berbicara yang besar-besar, niscaya yang kecil pun akan dengan sendirinya teruraikan. Bukankah kelemahan kita saat ini adalah selalu berbicara kecil-kecil sehingga perkara besar yang menjadi prioritas menjadi kepingan atau file tentang program kerja yang mati.  Pada pengertian lain telah diuraikan bahwa Ambon  merupakan kota heterogen yang mempunyai aneka karakter masyarakat. Nah, Ambonku, Ambon Kita”, tema yang diusung pada HUT tahun ini.    memberikan kita peluang untuk berbicara satu meja dan mengetuk palu bersama untuk kepentingan bersama. Bukankah “…Tuhan telah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling kenal-mengenal???...” untuk itu proses menjadikan rasa perbedaan itu menjadi wilayah kebhinekaan harus terpatri dalam dada-dada sang pembuat jejaknya.
Betapa energi cita-cita telah lelah mengikuti perkembangan dinamika. Memang tidak mudah ialah menyatukan cita-cita dan tekad itu bersama guna membangun kota lantaran adanya perbedaan pandangan tersebut. Usia yang begitu dahsyat ini, seharusnya diikuti dengan perkembangan yang pesat. Silih berganti kepemimpinan di kota ini belumlah secara total melakukan perubahan. Oleh karena itu, bukan dituntut kreatif mencari terobosan-terobosan baru melainkan juga menyusun strategi, agar pikiran baru tersebut dapat diterima oleh seluruh kelompok yang ada itu. Pekerjaan menyatukan itu kadang jauh lebih rumit daripada mencari sumber-sumber pendanaan yang diperlukan. Hal tersebut menjadikan kita hidup di dunia yang tidak jauh berbeda dengan hutan belantara. Dimana bahasa global kita adalah kekuatan besi dan baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan, bahasa politik kita adalah penipuan, bahasa sosial kita adalah pembunuhan, dan bahasa jiwa kita adalah kesepian dan keterasingan. Seperti analogi ini kita adalah masyarakat sipil yang berwatak militer, kita adalah masyarakat berperadaban berwatak primitif,  kita adalah manusia sepi ditengah keramaian, dan kita adalah manusia-manusia merana  di tengah ketimpangan.
Sebagai pengambil kebijakan pemerintah kota dalam hal ini haruslah dapat menjawab hal tersebut. Selain, mengikutkan partisipatif masyarakat. Bahasa sederhananya adalah jangan terpesona data statistik. Lagi-lagi pihak pengambil kebijakanlah yang paling besar mempengaruhi kemajuan. Nah, lalu apa yang harus dilakukan oleh pemerintah kota Ambon  untuk menjawab hal tersebut? Berikut beberapa hal yang menurut saya patut untuk dilakukan oleh pihak pengambil kebijakan dalam masa kepemimpinan yang tersisa dua tahun:
1.      Menciptakan sistem birokrasi yang sehat dan terukur. Hingga capaian-capain visi misi dapat berjalan secara maksimal. Perhatian dalam birokrasi ini soal penempatan jabatan dalam ruang lingkup birokrasi harus sesuai dengan kapasitas bukan soal asal penempatan dan kejar karier. Apalagi dengan adanya sistem pelayanan satu atap yang direncanakan tahun depan, sangatlah menguras tenaga. Sehingga bahasa pelayanan benar-benar dirasakan oleh publik. Juga pengevaluasian secara baik terhadap kebijakan yang diturunkan. Sebab, boleh jadi ada ketidaksampaian antara visi dan realisasi. Dan ini bisa terjadi dalam pemerintahan. 
2.      Pengawalan dan kejelasan atas kebijakan-kebijakan yang telah menjadi komitmen dalam visi-misi. Seperti:  a. Pembangunan hotel mewah di atas tanah Victoria Park yang tidak ada kejelasannya hingga sekarang, sehingga lahannya sekarang terlihat kumuh dan tidak terurus, padahal lahan tersebut dapat dialihfungsikan untuk taman kota/ taman rekreasi yang kiranya sangat strategis. b. kemacetan yang menjadi bumerang. Jika kita lihat, titik merah macet dari Batu Merah hingga Pasar Mardika sudah tidaklah dapat dibendung, beberapa tahun lalu, walikota pernah menyampaikan bahwa indikator majunya suatu daerah adalah kemacetan. Nah, kemanakah ide sang kepala daerah tersebut? Apakah bahasa beliau kurang dimengerti sang rakyat atau? Olehnya itu, saya kira perlu ada pengalihan jalur mobil yang melintasi daerah tersebut. Coba kita simak saja, daerah Mardika-Batumerah dengan kapasitas jalan yang sempit namun terjadi 2 arus berlawanan arah. Apalagi kebijakan Pasar Apung yang tidak maksimal. Sehingga PKL pun masih terlihat memadati jalan-jalan. Sehingga kemacetan pun bertambah akut. Atau perlunya jembatan layang dalam kota? Lalu siapa yang bertanggungjawab? c. Baru-baru ini Ambon dua kali mendapat penghargaan Adipura oleh Presiden RI, hal ini perlu diapresiasi oleh kita semua. Namun, bukan hanya aspek fisik saja, saya kira aspek kebersihan “jiwa” pun diperbaharui. Aspek jiwa berkaitan dengan soal religiusitas. Kita bisa menyimak sendiri keberadaan lokalisasi “Tanjung Batumerah” yang kiranya terbesar di kota ini. Koran spektrum Maluku edisi minggu pertama September 2014, menguraikan bahwa “Lokalisasi Batu Merah Kedatangan 11 PSK baru". Hal itu disampaikan langsung oleh Wa Ode Muna, Kadis Dinas Sosial Kota Ambon. Pertanyaannya adalah darimana asal PSK-PSK tersebut? Dolly? Padahal kasus HIV/AIDS bukan masalah baru di kota ini. Data khusus kota Ambon tercatat dari Januari 1994 hingga 31 Maret 2014 jumlah kasus HIV/AIDS telah mencapai 1.345 kasus, sebagian besar dari penderita HIV/AIDS telah meninggal dunia (http://www.radiodms.com/index.php/informasi/2999-2014-ditemukan-30-kasus-baru-hivaids-di-kota-ambon). Dan kita tau darimana juga sumbernya? Setidaknya dengan adanya Perwali Kota Ambon No. 26 Tahun 2011 bisa menjawabnya. Apakah kasus Dolly di Surabaya terulang di Kota Ambon? d. Soal Perpakiran, Pajak Bumi dan Bangunan, dll
3.      Empat solusi untuk memajukan Kota Ambon: Ambon Kota Perdanganan, Ambon Kota Pariwisata, Ambon Kota Ekonomi, Ambon Kota Pendidikan dan beberapa kebijakan, Ambon Siang Bersih dan Terang Malam Hari, Ambon Kota Tertib, Ambon Kota Berkualitas dan Perairan, Ambon Kota Partisipasi. Hal-hal ini setidaknya bukanlah menjadi judul visi saja, namun semestinya diefektifkan dalam sisa pekerjaan 2 tahun masa kepemimpinan walikota saat ini. Memang 5 tahun adalah waktu yang sempit untuk memikirkan realisasi visi tersebut. Namun setidaknya ada sebuah perencanaan yang matang sehingga masyarakat tidak merasa suaranya tidak sia-sia. Contohnya, soal icon Ambon sebagai Kota Musik yang telah direstui oleh pemerintah kota, berbeda dengan Ambon Kota Tertib yang men-iconkan gong perdamaian.
4.      Masalah krusial saat ini juga yang perlu diantisipatif adalah kasus CPNS.

Ingatkah kita kenapa Bahasa Inggris dan Bahasa Arab menjadi tersebar di seluruh dunia bahkan sampai ke pelosok-pelosok? Padahal Negara Inggris luasnya hampir tidak jauah berbeda Ambon, atau Negara Arab, yang jika semua Negara Arab digabungkan belum tentu bisa menyamai Indonesia. Jawabannya adalah, karena kedua Negara ini sejak dulu berpikir peradaban. Olehnya itu, layakkah Ambon menjadi bagian dari ASEAN Community 2015 dan Bonus Demografi yang dimulai 2020? Tak banyak yang tertuliskan dalam tulisan ini. banyak sekali teori tentang membangun yang disampaikan para ahli pikir. Saya hanya dapat menambah dan mempengaruhi. Sehingga Ambon yang maju, mandiri, lestari, dan harmonis berbasis masyarakat dapat terealisasi. ’’Wako (Waku) Par Ambon Yang Lebe Bae!’’.


Komentar